Pemerintah Harus Pastikan 1 Juni Minyak Goreng Turun Harga
Anggota Komisi VI Nasril Bahar menyatakan, melonjaknya harga minyak goreng dari rata-rata Rp 6.500 menjadi Rp 8.000 pada beberapa wilayah di Indonesia, sesuatu yang sulit diterima akal. Pasalnya Indonesia saat ini merupakan produsen Crude Palm Oli (CPO/minyak sawit mentah) terbesar di dunia, dengan ekspor mencapai 16 juta ton pertahun.
Kasus melonjaknya harga minyak goreng, kata Nasril, semakin menjadi bukti bahwa pemerintah khususnya Departemen Perdagangan seperti tidak punya konsep yang jelas dalam mengatur distribusi sembako di tanah air. Sebab, melonjaknya harga komoditas sembako sudah menjadi agenda rutin yang tiba-tiba saja terjadi setiap tahunnya.
Dimintai tanggapan mengenai langkah antisipasi yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini, menurut Nasril, secara umum memang sudah menyentuh persolan. Harga minyak goreng mulai turun, walau masih kecil.
Pasca kenaikan harga minyak goreng, beberapa hari lalu Departemen Perdagangan memang melakukan pertemuan dengan jajaran pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) serta Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).
Dalam pertemuan itu disepakati, kalangan produsen minyak sawit mentah (CPO) dan minyak goreng menjamin harga minyak goreng akan turun menjadi Rp 6.500 per kilogram pada pekan depan, sesuai dengan target pemerintah dalam Program Stabilisasi Harga (PSH).
Kenaikan harga minyak goreng, tidak terlepas dari kenaikan harga CPO di luar negeri, mencapai US$ 750 per ton pada Mei 2007, padahal pada Januari harga sekitar US$ 597 per ton. Kenaikan itu juga diberlakukan di dalam negeri, sehingga produsen minyak goreng membeli CPO dengan harga yang juga tinggi.
“Pola seperti ini jangan sampai terjadi lagi. Hanya mengesankan pemerintah tidak mengantisipasi kemungkinan persoalan ke depan,” kata Nasril yang berasal dari Fraksi PAN daerah pemiilihan Sumatera Utara.
Petani Sawit
Sekaitan dengan persoalan ini, Nasril mengingatkan pemerintah untuk segera membuat regulasi sehingga ke depan persoalan sejenis dapat dieleminir. Tetapi regulasi itu hendaknya jangan justru membebani petani kelapa sawit. Sebab dari sekitar 5,9 juta hektar (ha) perkebunan sawit di Indonesia, sekitar dua juta di antaranya merupakan perkebunan rakyat, dan 3,9 juta ha perkebunan swasta.
“Kita hanya menekankan, jangan sampai upaya menjaga stabilitas harga, justru membebani petani sawit. Cukuplah regulasi itu hanya mengurangi pendapatan pengusaha besar, tetapi petani sawit tidak sampai terganggu. Kapan petani mau menikmati hasil perkebunannya. Nah, yang penting diberantas adalah para spekulan,” kata Nasril.
Disebutkannya, industri sawit harus terus ditumbuhkembangkan. Karena menyerap tenaga kerja yang besar. Makanya perlu terus didorong upaya menembangkan industri di sektor hilir.
Waspada
Jumat, 11 Mei 2007
Leave a Comment