Penjualan PT AAF Ditolak DPR
Penolakan disampaikan tiga anggota Komisi VI (bidang investasi) Di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Ketiganya, yaitu Choirul Soleh (FKB), Hasto Kristyanto (PDIP) dan Nasril Bahar dari Fraksi PAN.
Di sisi lain, petani juga tidak memiliki kepastian harga pasca panen dan peningkatan nilai tambah melalui program peningkatan produksi pertanian serta perbaikan infrastruktur pertanian.
Ironis, kata Nasril Bahar, di tengah penderitaan petani tersebut, pemerintah akan menjual pabrik pupuk PT AAF di Aceh dengan harga sangat murah dan melalui proses yang tidak transparan. “Penjualan pabrik pupuk PT AAF ini adalah contoh nyata ketidakpekaan pemerintah atas penderitaan petani akibat kelangkaan pupuk pada musim tanam ini,” katanya seperti diberitakan Antara.
Kalangan DPR meminta pemerintah untuk menghentikan seluruh proses likuidasi PT AAF dengan mengingat ketentuan UU No 9/2003, UU No 17/203 tentang keuangan Negara dan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Likuidasi AAF tanpa peraturan pemerintah telah melanggar ketentuan UU dan bertentangan dengan janji pemerintah untuk melaksanakan revitalisasi pertanian.
Berdasarkan UU No 19/2003 tentang BUMN Pasal 1 dan Pasal 4, AAF adalah BUMN yang sepenuhnya diatur dengan ketentuan hukum Indonesia. Dengan demikian, penjualan harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Komisi VI DPR juga mengingatkan Menteri BUMN agar segera meminta Tim Likuiditas dan jajaran Direksi PT AAF untuk menyetorkan seluruh hasil penjualan aset AAF yang sudah telanjur dijual, seperti Kantor AAF di Jakarta. Diduga hasil penjualan gedung AAF langsung digunakan sebaai biaya likuidasi.
Dengan mempertimbangkan Master Plan Rivitalisasi BUMN 2005-2009, Komisi VI meminta pemerintah untuk membuat skenario menyeluruh terhadap penyelesaian AAF dan kelangkaan gas pabrik pupuk PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).
Jurnal Nasional
Sabtu, 26 Januari 2008
Leave a Comment